CERITA KANAYA, KELAHIRAN SEORANG PEREMPUAN DARI TANAH PASUNDAN

Delapan pemantik buku "Kanaya" karya Rini Intami, pada acara Sidang Majelis Puisi, Kindai Seni Kreatif, Banjarbaru, Kamis 28 November 2019.

"Jangan panggil aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki.
Namun bukan berarti aku tak butuh lelaki untuk aku cintai.." --Pramoedya Ananta Toer.

Dear Rini Intami, congrats for "The Big Five" of book Kanaya. Ya, Kanaya, makna seorang nama perempuan yang elok. Kanaya, rahim puisi yang dilahirkan oleh perempuan yang kuat dan tegar, dalam artian bahwa segala terpaan waktu dan ruang, ia bicarakan segala halnya didalam buku antologi puisi berjudul Kanaya tersebut.

Rini Intami, penyair perempuan asal Garut, Jawa Barat, itu. Ia menjelma sebagai Kanaya. Ada 64 judul dari sekumpulan puisi yang terlahir dalam ragam wajah budaya, sosial, sejarah dan alam, ia pun soroti dalam kacamata kesusastraannya, berupa puisi. Tanpa basa basi, saya ingin mempertanyakan kata asing dalam bahasa Sunda secara semantik (tata makna) yang masih abu-abu dalam pemahaman kita disetiap puisinya yaitu Kawih, Rumpaka, Haleuang, Kakehang, Kanteh dan Pikaasih. Adapun secara kebudayaan, ia juga memakai kata Ngeuyeuk Seureuh, Sintren, Tiban, terekam dalam penghayatannya terhadap peristiwa yang terjadi disekitarnya.

Barangkali, ada hal istimewa yang belum terungkap dalam makna itu. Sedangkan, kata Tatar Pasundan, Astinapura, Sai Bumi Ruwa Jurai, tergambarkan dalam sejarah Sunda yang mungkin jadi ada kisah riwayat dan rahasia seorang perempuan dibalik itu; menelusuri tiap diksi, rima, metafora hingga tipografi yang dimainkan oleh penyair perempuan bernama Kanaya ini, patut kita diskusikan!

Ada dua aspek judul puisi yang banyak dituliskan, yang mesti saya maknai dalam interpretasi (subjektif) dan juga yang menarik saya perhatian dalam mengulas buku ini: diksi Kanaya dan Kawih.

Pertama, saya ingin menelusuri puisi-puisi berjudul Kawih Rembulan, Kawih Ibu, Kawih Hujan, Kawih Doa, Kawih Hutan. Kawih adalah tidak terlihat, atau tidak beraturan, juga orang Sunda sering menyebutnya dengan tembang lagu-lagu Sunda bebas yang bernilai sastra.

Kawih Rembulan, puisi yang sarat makna kematian yang bisa bernafaskan tentang agama terhadap Tuhannya, tentang budaya terhadap ritualNya, tentang sejarah terhadap rajaNya. Semua yang terkandung: hakikat. Tentang seorang perempuan yang memiliki batas kemampuan dari harapnya, terdapat kepasrahan disetiap diksi yang dibunyikannya, berikut:

KAWIH REMBULAN
Perempuan mendendang tembang bulan
Bintang bintang terus berkelip
Hingga malam menyelesaikan gelap

Riuh malam
Menunggu bintang
Di lengking suara
Pelantung kawih
"akan kutemui engkau raja, sebelum purnama jatuh
Dan pecah di matamu"

Tembang bulan
Kehidupan dan kematian saling berpapasan
Di antara cahaya langit
Menembus ruang ruang
Januari, 2019.

KAWIH IBU
Kusulam selendang ibu dengan cahaya
Dengan tanda purnama
Maka selepas fajar nanti

Kemudian, ia melanjutkan di paragrap ketiga yang mengandung diksi "Kematian".

Tak perlu bergegas
Biarkan arah angin menunjukan arah
Agar kita mengenal tanah
Tempat kembali

Di tanah priangan
Airmata kita jatuh
April 2019

Sedangkan tentang Kawih Hujan, suara ritmis dari hati seorang perempuan yang sedang mengenang-- rima dan kepadatan diksi puisi yang sangat kuat tergambarkan, berikut:


KAWIH HUJAN
Petiklah kecapi
Petiklah kecapi
Suarakan irama dan nada
Hingga ritmis hujan memecah di dadaku
Meluapkan harapan pada kata

Lalu sambungan di paragraf ketiga,

Petiklah kecapi
Petiklah kecapi
Kusenandungkan hitamnya kenangan
Saat kelabu menemui langit sebelum hujan
Di lalu lalang arus sungai dan liukan angin
Di rakit bambu melewati batu batu

Dan Kawih Doa, adalah kegetiran dan kepasrahan waktu dalam hidupnya:

KAWIH DOA

Tak ada lagi makna
Sedang kata telah diam
Melesap menuju langit
Jadi isyarat
Hingga menerokalah sunyi

Sementara, Kawih Hutan adalah bait-bait kesabaran yang dihaturkannya kepada sang Hutan, telah meneduhkannya, telah menenangkannya dan telah mengabadikannya. Diksi "Hutan" sebagai tempat terakhirnya tinggal di bumi Tuhan ini, berikut:

KAWIH HUTAN
Aku belajar kesabaran pada hutan
Yang tumbuh dari denyut tanah
Suara hutan menembus kabut
"akar akan tumbuh dari keajaiban"
Jadi nafas bumi yang panjang, lanjutan di bait kedua terakhir:

"hai biarkan pohon jadi rimba abadi"
Sebab di sana doa yang tak boleh berhenti
Januari 2019

Dan terakhir, saya ingin menesuluri diksi Kanaya dalam puisinya. Ini puisi naratif yang ditulisnya secara runut dengan rima yang sama, berikut:


KANAYA

1/
Kanaya adalah perempuan api yang menghangatkan kata dan cintayang kehabisan napas sebab telah dia terkepung ribuan kisah yang sama. Jejak angin memekarkan cinta yang penuh bayangan bulan. Dari ribuan gambar yang tersembunyi tentang rumah batu yang menyimpan sejarah masa hitam.

Kanaya adalah perempuan dengan ritmis irama yang menggerakan kata dan tubuh yang kehabisan tenaga sebab telah dia lubangi dada agar bisa menyimpan bunga dan mantra yang mengajari bagaimana memelihara cinta.

Dan seterusnya, puisi ini kental dengan makna asmara 'cinta' seseorang yang setia dan memberanikan diri, menguburkan segala waktu, rasa dan harapannya, demi masa lalu yang kelam tetapi indah. Kanaya begitu kuat menyimpan rasa dan menjaga kenangan yang telah lama dirajut, lingkaran rasa yang selalu sama tetap menjadi warna dalam hidupnya-- justru ia mensyukuri rasa yang telah diberi. Dan bertahan, sedemikian pelik kisah asmaranya yang terdahulu. Ada bait diksi yang romantis dan puitis: sebab telah dia lubangi dada agar bisa menyimpan bunga dan mantra yang mengajari bagaimana memelihara setia. Hal ini menunjukan kesetiaan dan kegetiran seorang Kanaya yang mampu membentung segala rasa dalam hidupnya.

Adapun, puisi Kanaya berikutnya, berupa puisi liris dari 1/2/3/4/5/6/7/8/9/10/11 terbaca dalam makna kesedihan yang mengandung unsur cinta, harapan dan takdir.


AKU KANAYA
1/
Namaku kanaya

Lahir dari pertemuan benih tanah dan matahari  


Sejarah dan kesetiaan ibu pada kawih
Mengajariku tentang air mata
Sepanjang waktu kususuri aliran sungai
Menyusun kenangan kawih jadi lagu pengantar tidur
Menjelma mimpi penuh misteri



Kawih menembangkan semua
Memecahkan keberanian yang dibungkam
Tentang tuhan, kehidupan dan tubuh rahim
Hingga kupeluk takdir di kampungku
Memendam rasa sakit
Menahan rindu

Januari 2019

11/
Aku telah jatuh berjalan memunguti tylang rusuk
Dalam cerita yang di kisahkan adam dan hawa
Kemenangan itu jadi sejarah kematian perempuan
Hingga peradaban memapar kebangkitan bumi

Lalu perempuan manakah tak melukis airmata?
Jadi nyanyian pada ringkih tubuhnya
Dari kisah malam meminang derai angin
Hingga mengeringkan kenangan masa lalu
Tempat membiaknya luka

Aku telah jauh berjalan
Bersama kidung alam yang klasik
Perempuan hanya mencintai lalu mati

Overall, saya mengutip dua puisi pertama hingga terakhir ini menggambarkan sebuah ironi cinta yang tak usai ditelan waku. Ada bentuk kepasrahan, ada pula bentuk kasih sayang. Ia menyatu dalam puisi itu, rasanya memar dan ngilu ketika kita membaca tiap larik puisinya tersebut. Seperti yang tergambarkan dari puisi di atas, maka saya tidak semerta-merta menyimpulkan siapa itu Kanaya? Apakah ibunya? Atau dirinya sendiri (Rini Intami)? Mari kita tanyakan dan diskusikan dalam bedah buku di Sidang Majelis Puisi, Kindai Seni Kreatif, Landasan Ulin, Banjarbaru, pada Kamis (28/11/2019) Pukul 19.00 - 21.30 Wita, malam.

Komentar

Postingan Populer